Evaluasi Olimpiade dari Pengamat- Beban Berat Bulutangkis Kejar Emas

Tim bulutangkis Indonesia meraih hasil mengecewakan di Olimpiade 2024. Dengan kondisi yang sekarang ini, mengejar emas disebut menjadi beban yang teramat berat.

Indonesia gagal meraih emas dari cabang olahraga bulutangkis di Olimpiade 2024. Capaian perunggu yang disabet oleh Gregoria Mariska Tunjung menjadi pelipur lara untuk kontingen Indonesia.

Sejarah buruk di Olimpiade 2012 pun terulang, tanpa emas dari tepok bulu. Tapi, Indonesia masih lebih bagus dengan satu raihan peringkat ketiga. Di London 12 tahun lalu, Indonesia tanpa raihan medali dari bulutangkis.

Emas Bukan Target Realistis Sejak Awal Olimpiade

Realitasnya, kondisi bulutangkis Indonesia memang tak sedang baik-baik saja menuju Olimpiade 2024. Cuma satu pebulutangkis Indonesia yang ada di papan atas peringkat BWF menatap berkompetisi di Paris.

Di ranking BWF, Jonatan Christie menjadi satu-satunya pemain Indonesia di lima besar dunia. Hal itu diperkuat dengan hasil bulutangkis Indonesia di Asian Games 2022. Di Hangzhou, tak ada wakil Indonesia yang menembus semifinal di lima nomor individu yang dipertandingkan.

Di saat turnamen BWF, Indonesia memang meraih dua gelar di All England. Jojo dan Fajar Alfian/ Muhammad Rian Ardianto yang menjadi kampiun di turnamen bulutangkis paling tua itu. Di beberapa turnamen lain, wakil-wakil Indonesia sering tersingkir di babak-babak awal.

Baca juga: Mikha ke Gregoria Mariska: Keren Juga Tunanganku

Kekhawatiran kegagalan meraih emas akhirnya terjadi di Paris. Jojo dan Anthony Sinisuka Ginting bahkan tidak lolos fase grup. Wakil Indonesia di nomor ganda campuran, Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari, jagoan ganda putri, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, juga gagal ke fase gugur.

Asa Indonesia di nomor ganda putra untuk meraih medali juga pupus dengan kegagalan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto di babak perempatfinal setelah kalah dari Liang Weikeng/Wang Chang.

Pengamat bulutangkis, Daryadi, menilai bahwa dengan atlet yang kita punya saat ini, target emas untuk bulutangkis memang terlalu berat. Semua tanda bahwa bulutangkis Indonesia akan meraih hasil mengecewakan sudah tergambar jelas meski ada upaya PBSI dengan membentuk tim Ad Hoc Olimpiade 2024 agar persiapan untuk berlaga di Paris lebih maksimal.

“Harus diakui memang sejak sebelum Olimpiade digelar, di beberapa kesempatan, saya sempat menyampaikan analisa bahwa peluang Indonesia untuk mendapat emas di Paris memang lebih berat dibandingkan Olimpiade-olimpiade sebelumnya,” kata Daryadi kepada detikSport dalam perbincangan telepon, Rabu (7/8/2024).

“Ini menyangkut track record materi yang kita miliki. Jadi, dari materi pemain-pemain Indonesia yang tampil di Olimpiade tidak ada yang di top ranking. Dengan posisi seperti ini layak tidak sih mereka dibebani dengan target emas?”

“Ini berat. Membebankan emas kepada mereka dengan track record seperti ini. Hal ini tidak lepas dari rapor mereka, tidak usah terlalu jauh, tahun 2024 ini saja cuma Jojo dan Fajar/Rian yang meraih gelar. Jojo di All England dan kejuaraan Asia. Fajar/Rian di All England. Jojo justru under perform di Paris yang tidak bisa mengatasi ketegangan diri sendiri. Menyakitkan kalahnya dari Lakshya Sen di fase grup. Padahal Sen bukan lawan baru, lima kali bermain skornya 4-1 Jojo unggul.”

“Menjadi sejarah buruk untuk tunggal putra, dari 1992 tunggal putra gagal meloloskan wakil di fase grup. Ini pertama kali, yang terburuk. Di tunggal putra kita mempunyai reputasi yang disegani,” kata dia menambahkan.

Baca juga: ‘Medali Perunggu Jadi Modal Gregoria untuk Olimpiade LA 2028’

Persaingan Bulutangkis Kini Lebih Ketat

Perkembangan bulutangkis di dunia kini memang membuat persaingan yang lebih ketat. Sebagai gambaran dari nomor ganda putra saja.

Dalam ranking BWF, ada pasangan dari negara berbeda yang ada di posisi tujuh besar dunia. Indonesia menempatkan wakil di posisi ketujuh, Fajar/Rian.

Enam pasangan lain yang ada di atas Fajar/Rian: Liang Wei Keng/Wang Chang (China – 1), Kim Astrup/ Anders Rasmussen (Denmark -2), Aaron Chia/Soh Wooi Yik (Malaysia – 3), Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty (India -5), dan He Ji Ting/Ren Xiang Yu (China – 6)

“Boleh dibilang bahwa setiap turnamen bergengsi menghadirkan juara-juara yang berbeda di ganda putra. Kemarin, yang tampil di Olimpiade itu memang benar-benar pemain yang siap menjadi juara, mempunyai mental kuat. Ternyata yang mempunyai mental kuat ya Lee Yang/Wang Chi-lin yang merupakan juara bertahan.”

“Fajar/Rian harus kita akui itu memang hasil terbaik yang bisa dicapai,” kata dia menambahkan.

Di nomor tunggal putri, Gregoria harus bersyukur dengan raihan perunggu. Dia tampil bagus dengan menembus empat besar.

Bagaimana beratnya Gregoria menembus papan atas tunggal putri juga sudah tergambar dalam turnamen-turnamen BWF yang diikuti. Sejauh ini, Gregoria sudah dua kali menjadi juara di turnamen BWF, itu terjadi di Japan Masters 2023 dan Spain Masters 2023.

“Tapi, memang Grego, kalau melihat persaingan tunggal putri dunia, ada di layer kedua. Layer satunya, An Se-yong, Chen Yufei, Akane, Marin, Tai Tzu-ying. Coba lihat kalau mereka semua bermain di super 1.000, yang hampir setara dengan Olimpiade, semua pemain terbaik turun. Grego sulit sekali menembus semifinal. Jadi, itu cerminan bagaimana Grego untuk menembus level top sungguh sulit,” kata Daryadi.

Baca juga: Gregoria soal Jebloknya Bulutangkis Indonesia di Olimpiade 2024